Dahulu kala, di sebuah kaki bukit di
pegunungan Himalaya, di dekat
sebuah kolam teratai, lahirlah
seekor bayi gajah. Bayi gajah ini
luar biasa indah menawan, putih
bersih seperti salju dengan wajah yang sedikit bersemu kemerahan
seperti warna batu karang.
Belalainya berkilau indah bagaikan
utas tali yang berwarna keperakan,
gadingnya yang kuat dan kokoh
membentuk sedikit lengkungan yang manis. Ia selalu mengikuti ibunya ke
manapun. Ibu Gajah memetik daun
terlembut dan buah termanis dari
pohon-pohon yang tinggi dan
kemudian memberikannya.
“Kamu dulu, baru Ibu” Ibu Gajah berkata. Ia kemudian dimandikan
oleh ibunya di kolam teratai yang
sejuk di antara semerbak
keharuman bunga. Dengan
belalainya, Ibu Gajah menghisap
air lalu menyemprotkannya ke kepala dan punggung anaknya
hingga bersih mengkilap.
Kemudian Anak Gajah ini diam-
diam mengisi belalainya, dan
dengan hati-hati menyemprotkan
tepat ke dahi ibunya. Tanpa berkedip, Ibu Gajah balas
menyemprotkan air. Balas
membalas menyemprot, mereka
dengan gembira saling membasahi
satu sama lain. Setelah lelah bermain, mereka
kemudian beristirahat di atas
tanah yang lembut dengan kedua
belalai melengkung dan saling
membelit satu sama lain. Di bawah
bayang-bayang sore hari, Ibu Gajah beristirahat di balik
keteduhan pohon, sambil melihat
putranya bermain dengan penuh
keriangan bersama anak-anak
gajah lainnya. Gajah kecil tumbuh dan tumbuh
hingga ia menjadi gajah tergagah
dan terkuat dalam kawanannya.
Pada saat yang bersamaan, Ibu
Gajah pun menjadi semakin tua.
Gadingnya mulai retak dan menguning, dan tidak lama
kemudian Ibu Gajah menjadi buta.
Anak Gajah yang telah tumbuh
dewasa dan kuat ini kemudian
memetik daun terlembut dan buah
mangga termanis dari pohon- pohon yang tinggi dan
memberikannya kepada ibunya
yang telah tua dan buta yang amat
ia sayangi. “Ibu dulu, baru Aku”
ia berkata. Ia memandikan ibunya di kolam
teratai yang sejuk di antara
semerbak keharuman bunga.
Dengan belalainya, ia
menyemprotkan air ke kepala dan
punggung ibunya hingga bersih mengkilap. Setelah itu, mereka
kemudian beristirahat di atas
tanah yang lembut dengan kedua
belalai saling membelit satu sama
lain. Di bawah bayang-bayang sore
hari, Anak Gajah menuntun ibunya untuk beristirahat di balik
keteduhan pohon jambu air. Ia
kemudian pergi bersama gajah-
gajah yang lain. Suatu hari seorang raja pergi
berburu dan melihat seekor gajah
putih yang begitu indah. “Luar
biasa indah! Aku harus
memilikinya sebagai peliharaan
untuk ditunggangi!” Raja lalu menangkap gajah tersebut dan
membawanya ke kandang istana.
Raja memberikan kain sutra dan
permata yang indah serta untaian
kalung bunga teratai kepada gajah
tersebut. Raja juga memberikannya rumput manis dan
buah-buahan yang lezat serta air
murni yang segar untuk diminum. Akan tetapi, gajah tersebut tidak
mau makan ataupun minum. Ia
terus menerus menangis, dan
menjadi semakin kurus dari hari ke
hari. “Gajah yang mulia” Raja
berkata, “Aku menyayangimu
dan memberimu sutra dan
permata. Aku juga memberikan
makanan terbaik dan air termurni,
namun Engkau tidak juga mau makan dan minum. Lalu apa yang
bisa membuatmu bahagia?” Gajah tersebut menjawab, “Sutra
dan permata, makanan dan
minuman tidak membuatku
bahagia. Ibuku yang sudah tua dan
buta sedang sendirian di hutan
tanpa ada seorangpun yang merawatnya. Walaupun aku akan
mati, aku tidak akan makan dan
minum sebelum aku
memberikannya terlebih dahulu
kepada Ibu.” Raja terharu dan berkata, “Tidak
pernah aku menyaksikan kebaikan
yang sedemikian rupa, bahkan di
antara manusia. Tidaklah benar
untuk mengurung gajah ini.”
Setelah dilepaskan, gajah tersebut segera berlari di antara bebukitan
mencari ibunya. Ia menemukan ibunya di tepi
kolam teratai. Ibu Gajah berbaring
di atas lumpur, terlalu lemah untuk
bergerak. Dengan air mata yang
membasahi pelupuk matanya,
Anak Gajah tersebut mengisi belalainya dengan air dan
menyemprotkan ke kepala dan
punggung ibunya hingga bersih
mengkilap. “Apakah hujan?” Ibu
Gajah bertanya-tanya, “atau
anakku telah kembali?” “Ini anakmu, Ibu!” ia berseru, “Raja
telah membebaskan aku!” Ketika
ia membersihkan mata ibunya,
terjadi keajaiban. Penglihatan ibunya pulih kembali.
“Semoga Raja hari ini berbahagia
sebagaimana kebahagiaanku bisa
melihat anakku kembali!” Ibu
Gajah berkata. Anak Gajah kemudian memetik
daun terlembut dan buah mangga
termanis dari sebuah pohon dan
memberikannya kepada ibunya,
“Ibu dulu, baru Aku.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar