Aku berkunjung ke apartemen temanku yang sangat percaya takhyul.
Ia bercerita tentang urban legend yang berkaitan dengan cermin.
Ia mengatakan apabila kita menghadapkan dua cermin dan kita berkaca di cermin itu, maka kita akan membuka gerbang dunia lain. Ah, omong kosong, pikirku.
Namun begitu aku hendak pulang dan berada di lift apartemennya (ia mengantarku turun),
aku menyadari bahwa ada cermin besar di bagian belakang elevator, menghadap ke punggungku.
“Hei, ayo kita coba buktikan perkataanmu tadi.” kataku.
“Apa maksudmu?” tanyanya.
Aku mengeluarkan sebuah cermin rias dari tasku dan menghadapkannya ke cermin di belakang kami.
“Hei, jangan macam-macam!” katanya ketakutan.
“Ah, kau ini percaya sekali dengan takhyul.”
“Pokoknya tanggung sendiri resikonya.
Aku nggak mau ikut campur!”
Aku berkaca di cermin yang kupegang.
“Pokoknya urban legend itu mengatakan jangan menoleh ke cermin yang ada di belakangmu, atau kau akan melihat sesuatu yang sangat menakutkan!”
“Ah, masa?” Dengan iseng aku menoleh ke belakang dan kecewa.
Di sana hanya ada refleksi wajahku dan punggung temanku itu.
“Ah, payah! Seram apaan? Nggak ada apa-apa, cuma bayangan normal.”
Pintu lift terbuka dan saat aku berjalan keluar, aku menyadari sesuatu.
“Oya, sepertinya tadi kacamataku ketinggalan di kamarmu.”
“Kamu ini pelupa sekali.
Itu kan kacamatanya kamu pakai?”
“Oh ya?” aku segera memegang kacamataku yang memang sedang kupakai.
“Mungkin ini efek samping permainan kaca tadi: kamu jadi orang bego!”
“Ah, sialan kamu! Ya sudah, ketemu besok lagi ya?”
Aku melambai ke temanku itu, namun entah mengapa aku masih merasa tidak nyaman semenjak turun dari lift tadi.