PROLOG
*suara tepuk tangan*
*dan prom queen tahun ini jatuh kepada*
*KATE JOHNSON!*
*semua murid menatap tak percaya*
*seorang gadis gemuk bergaun pink maju dari kerumunan dan naik ke atas podium*
*matanya basah karena terharu*
*terima kasih katanya sambil menatap penonton*
*dan ini hadiah untuk sang ratu malam ini*
*sang gadis membuka kado*
*lima orang gadis lainnya bertepuk tangan mengelilingingnya*
*gadis gemuk itu menjerit ketika menemukan kepala babi di dalam kado itu*
*tiba-tiba darah babi menyiraminya dari atas*
*seluruh gaunnya berubah menjadi merah*
*gadis itu menjerit sambil menangis histeris*
*semua orang yang hadir tertawa terbahak-bahak*
*seorang gadis berusaha membelanya*
*hentikan, kalian sudah keterlaluan*
*gadis itu berlari turun dari atas podium*
*ia tersandung dan jatuh*
*tawa mereka semakin keras*
*hentikan*
*HENTIKAN!!!*
SETAHUN KEMUDIAN
Malam itu sebuah mobil melaju menjauhi St. Xavier’s College, menembus jalanan sepi yang dibentengi hutan di kiri kanannya.
“Bagaimana reuni dengan teman2 SMA-mu?” tanya Jason yang sedang memegang kemudi. Lampu mobil mereka hanyalah satu-satunya sumber cahaya yang menerangi jalan.
Krystabelle masih masih mencari sinyal untuk telepon genggamnya, “Asyik, seperti biasa. Sayang sekali hanya aku yang kuliahnya terpisah dengan mereka seperti ini. Aku kuliah di kota dan mereka kuliah di asrama membosankan di tengah hutan seperti itu.”
Jason tertawa, “Hei aku masih sakit hati tadi. Mengapa kau tidak memperkenalkanku kepada teman-temanmu tadi?”
Krystabelle menghela napas, “Bukan apa-apa, namun kami memiliki kebiasaan buruk sejak SMA. Kami sangat dekat hingga-hingga pacar pun kami anggap milik bersama. Dulu kami sering merebut pacar satu sama lain.”
“Apa?” Jason menoleh ke arah Krystabelle, “Serius? Kalian masih melakukannya hingga sekarang?”
“Hei, perhatikan jalan! Malam ini sangat gelap, aku takut.”
Jason kembali tertawa sambil kembali menatap ke depan, “Kenapa? Kau takut pada kegelapan?”
“Aku hanya tak ingin kita kecelakaan. Itu saja.”
“Aha ... aku tahu! Ini malam Halloween. Jadi itu alasannya?”
“Halloween? Jangan konyol!”
“Kenapa kau takut pada kegelapan? Apa kau takut akan ada hantu?”
Jangan bodoh, Jason! Perhatikan saja jalannya!” Krystabelle mulai kesal karena Jason kembali mengungkit ketakutannya pada kegelapan.
“Bagaimana jika kulakukan ini?”
Tiba-tiba saja Jason mematikan lampu depan mobil mereka. Krystabelle menjerit begitu menyadari mobil mereka masih melaju dalam kegelapan total.
“JASON! CEPAT NYALAKAN LAGI LAMPUNYA!””
“Hahaha ... tak apa-apa. Tak ada jurang di depan. Akui saja, kau takut kan?”
“JASON! HENTIKAN!”
“Tenanglah, kita tak akan ...”
Tiba-tiba mobil berguncang keras, seolah mereka telah menabrak sesuatu.
Krystabelle menjerit lebih keras. Jason langsung menghentikan mobilnya dan kembali menyalakan lampu mobil.
Tak ada apa-apa di depan mereka.
“A ... apa tadi? sepertinya kita menabrak sesuatu.”
“Jason! Sudah kubilang kan?”
“Tenanglah ... biar kuperiksa ke luar.”
“Jason! Jangan tinggalkan aku sendirian di sini! Jason!” jerit Krystabelle. Namun pemuda itu tetap saja keluar untuk mengecek apa yang baru saja menimpa mereka.
“Hei, tak ada apapun di luar sini.” Jason memeriksa bagian depan mobil, kemudian melangkah ke belakang, “Mungkin di sini ...”
“Jason, masuklah!”
Krystabelle hanya mendengar langkah kaki Jason ke belakang mobil.
Kemudian sunyi.
“Jason?” panggil Krystabelle. Namun suasana masih saja sunyi.
“Jason! Ini sama sekali tidak lucu!” Krystabelle berharap ini hanya ulah Jason mengerjainya, seperti biasa. Namun pemuda itu tak kunjung kembali.
Kemudian terdengar suara hantaman ke arah bagasi belakang mobil. Krystabelle menjerit. Suaranya seperti seseorang menghantamkan bola basket ke arah mobil.
“BANG! BANG! BANG!”
“JASON!” Krystabelle menjerit histeris. Namun suara itu tak berhenti, malah terdengar bertambah dekat, mengelilingi mobil. Krystabelle memejamkan matanya karena takut. Namun suara itu terus terdengar ... hingga berada tepat di depannya.
Seorang pria berwajah mengerikan berdiri tepat di depan mobil sambil melemparkan sesuatu ke arah mobil, kemudian menangkapnya dan melemparkan kembali.
Wajah Krystabelle memucat begitu menyadari, suara hantaman itu bukan dari bola yang dilemparkan ke arah mobil.
Itu kepala Jason.
Krystabelle menjerit dengan panik sambil mencari-cari kunci mobil. Namun Jason telah mencabutnya.
Suara hantaman itu berhenti. Krystabelle kemudian mendongak hanya untuk menyadari suatu kenyataan yang mengerikan.
Akhirnya Krystabelle menyadari siapa pria itu. Semua orang mengenali senyum mengerikan yang sama sekali tak mirip manusia itu.
Itu adalah Jeff the Killer.
Dan ia telah membuang kepala Jason untuk ganti mengacungkan sesuatu di hadapan Krystabelle.
Kunci mobil.
#####
.
.
Michael menoleh ke arah gadis itu. Dialah yang diceritakan Dr. Gunther kepadanya. Dia memiliki mata coklat yang lebar dan rambut pirang yang berkilauan. Ia tampak bahagia, meneguk segelas cherry. Apa mereka boleh meminum minuman seperti itu di sini, pikir Michael. Mungkin ini adalah salah satu bentuk “kebebasan bagi murid-muridnya agar mereka cepat lulus” seperti yang Dr. Gunther biasa katakan.
Sementara itu Janet sama sekali tak menyadari seorang pemuda tengah mengawasinya. Ia bersulang dengan teman-temannya; Emma, Trisha, dan Anne. Emma adalah gadis manis yang pendiam. Namun di antara mereka, ia –lah yang paling cerdas. Trisha adalah sosok gadis atletik yang menyukai olahraga dan kegiatan outdoor. Ia sangat tomboy bila dibandingkan dengan teman-temannya yang lain. Sedangkan Anne adalah gadis kaya yang manja. Ia selalu berpenampilan feminim dan juga sama sekali tak malu berbicara dan menggaet laki-laki.
“Hei, kurasa pemuda itu mengawasi kita sejak tadi.” kata Anne sambil terkikik.
“Mana?” wajah Janet memerah melihat seorang pemuda dengan tergesa-gesa mengalihkan pandangannya ketika mata mereka bertemu. Ia duduk sendirian di kantin.
“Apa dia mahasiswa baru?” tanya Anne, “Aku belum pernah melihatnya sebelumnya.”
“Kurasa ia mengawasimu, Janet.” kata Emma.
“Lihat saja! Jika ia menganggu kita, akan kuhajar dia!” kata Trisha.
“Ah, kau ini.” kata Anne dengan cerewet, “Pantas saja kau tak pernah mendapat pacar... sikapmu kasar seperti itu.”
Janet terkekeh, “Ah kalian ini. Dia kelihatan lumayan. Tapi kau benar, Anne. Aku memang tak pernah melihatnya sebelumnya. Dia pasti baru di sini.”
“Ia juga duduk sendirian. Sepertinya ia belum punya teman di sini.”
“Omong-omong,” Emma memotong perkataan mereka, “Apa ada dari kalian yang mendapat kabar dari Krystabelle? Sejak ia kembali dari sini, ia belum sama sekali mengirimku SMS, apalagi meneleponku.”
“Mungkin dia sibuk dengan kuliahnya.”
Apa kalian tahu dia mengajak pacarnya ke sini kemarin?”
“Hah, apa kau serius?”
“Pemuda yang bersamanya itu? Kok dia bilang itu sopirnya?”
Anne mengangkat bahunya, “Kalian tahu sendiri kan Kristabelle, selalu saja aneh dan penyendiri. Tapi pacarnya itu lumayan juga.”
Tiba-tiba saja terdengar siaran berita di televisi yang berada di tengah kantin.
“Berita hari ini. Kondisi darurat yang diterapkan di kota New Davenport telah berakhir. Jeff The Killer yang telah meneror para warga selama bertahun-tahun diyakini telah tewas dalam insiden di Devil’s Rock. Pembunuhan berantai yang menimpa para siswa New Davenport High juga telah ditetapkan sebagai pembunuhan copycat yang dilakukan oleh tersangka berinisial T dan P ...”
Darah Janet serasa berhenti berdesir ketika mendengar nama Jeff The Killer disebut.
“Tidurlah ... pergilah tidur ...”
“Kyaaa!” Janet tanpa sadar membanting gelasnya ke lantai dan berdiri dari tempat duduknya.
“Ada apa Janet?” Emma segera berdiri sambil menenangkannya. Trisha dan Anne juga menatapnya dengan penuh tanda tanya.
“A ... aku seperti mendengar seseorang berbisik di telingaku ...” Janet menoleh ke kanan dan kiri, namun sama sekali tak ada orang di dekatnya.
#####
.
.
“Benar-benar berita yang gila kan.”
Michael menoleh mendengar suara seorang pria di sampingnya. Di sebelahnya duduk seorang pemuda berambut hitam, seumuran dengannya. Ia tersenyum sambil membetulkan kacamatanya.
“Jeff The Killer maksudku.”
“Ya, memang gila.” Michael menatap pemuda itu dengan curiga.
“Kau orang baru ya di sini.” pemuda itu mengulurkan tangannya, “Namaku Logan. Aku kepala redaksi surat kabar di sini.”
“Michael.” pemuda itu menyalaminya dengan enggan.
“Kau pernah mendengar tentang Jeff The Killer?”
“Yah,” Michael menjawab dengan gugup, “Kurasa semua orang pasti pernah mendengarnya. Ia sangat terkenal bukan.”
“Kau berasal dari New Davenport?” Logan menatapnya dengan curiga. “Kurasa aku pernah melihatmu.”
“Bu ... bukan! Kau pasti salah orang.”
Logan tertawa, “Hei, tak perlu gugup seperti itu. Aku hanya bertanya.By the way, boleh aku mewawancaraimu sebentar. Untuk koranku.”
“Ehm, kurasa bisa.” Michael menoleh sebentar untuk mencari gadis itu. Namun mejanya kini kosong. Tampaknya kini ia telah pergi.
“Apa kaupikir Jeff The Killer benar2 nyata?”
Michael menatap pemuda itu dengan tajam, “Apa maksudmu?”
“Yah, hingga sekarang belum ada saksi mata yang menyatakan Jeff The Killer benar2 ada.”
“Mungkin itu karena semua orang yang bertemu dengannya akan mati!”
“Ada satu orang kan ... satu2nya orang yang selamat dari serangan Jeff The Killer?”
“Ya ... kurasa itu adiknya. Namanya kalau tak salah ... Liu, bukan?”
“Ya, tapi hanya dia satu2nya saksi. Apa dia bisa dipercaya? Aku pikir Jeff The Killer ini hanya histeria massa, sama seperti kasus Chupacabra di Amerika Selatan.”
Michael pernah mendengarnya. Kasus itu melibatkan hewan2 ternak yang tewas dimutilasi. Petani bersikeras pelakunya adalah semacam makhluk mistis bernama Chupacabra. Namun para peneliti dan penyelidik berkesimpulan itu adalah serangan hewan liar biasa. Kasus kini ditetapkan sebagai bentuk histeria massal oleh pemerintah.
“Bukankah orang sepertimu seharusnya beranggapan kasus chupacabra itu semacam konspirasi alien, bukan malah mencari penjelasan logisnya?”
Logan tertawa, “Aku suka pemikiranmu. Belum pernah ada yang berkata seperti itu padaku. Namun aku serius! Aku berpikir kalau Jeff The Killer itu hanya fenomena internet saja. Bisa saja semua pembunuhan yang dituduhkan padanya adalah kasus pembunuhan random yang tak ada sangkut pautnya dengannya.”
“Jadi maksudmu, Jeff The Killer itu tak pernah ada?”
Logan menjentikkan jarinya, “Tepat sekali! Aku mengatakan ini bukan tanpa bukti. Aku sudah melakukan penyelidikan dan berkesimpulan bahwa kisah Jeff the Killer berkembang dari sebuah foto yang dipublish di youtube. Dan foto itu merupakan hasil editan.”
Logan menyodorkan sebuah foto yang sangat dikenal Michael. Wajah mengerikan dari Jeff The Killer; wajah yang membuat siapapun yang melihatnya bermimpi buruk.
“Diedit? Dari?” Michael tampak tertarik.
“Sebuah foto seorang siswi SMA yang bunuh diri. Namanya Kate Johnson.” Logan kembali menyodorkan foto yang lain. Seorang gadis yang mengalami obesitas. “Kakaknya memposting foto ini setelah gadis ini ditemukan tewas bunuh diri akibat dibully teman2nya.”
“Menarik sekali. Jadi menurutmu, Jeff the Killer hanyalah sekedar creepypasta.” Michael menarik salah satu alisnya ke atas.
Logan mengangguk sambil tersenyum.
Michael membalas senyumnya. Matanya yang hitam tampak berkilat.
“Sayang sekali kau salah. Ia nyata. Ia sangat nyata. Dan ia-lah alasanku datang ke sini.”
#####
.
.
Janet menyalakan air di wastafel dan mencuci sikat giginya di atas aliran air. Ia mendongak dan melihat ke cermin.
“AAAAAAAA!!!!” Janet berteriak sekencang mungkin.
“Janet? Ada apa?” Emma tergopoh-gopoh menghampiri temannya itu. “Kau baik-baik saja.”
“A ... ada wajah di kaca!”
“Wajah? Wajah apa? Tak ada seorangpun di sini kecuali kita berempat.”
Janet berusaha mengatur napasnya yang tersengal-sengal, “Ta .... tadi aku melihatnya. Wajah itu hancur dan memiliki senyuman yang mengerikan ...”
Emma memeluk temannya itu, “Kau sering berhalusinasi akhir-akhir ini. Apa kau sedang ada masalah?”
“Ada apa? Siapa yang berteriak?” Trisha dan Anne menghampiri mereka.
“Tadi barusan ...” Emma berusaha menjelaskan, namun Janet segera memotong perkatannya.
“Tidak apa-apa kok. Aku tadi melihat serangga di sini.”
“Oh, lain kali pakai saja obat serangga di sana!” mereka berdua kemudian pergi.
“Kenapa kau tak mengatakan yang sebenarnya pada mereka?” tanya Emma.
Janet menggeleng, “Aku tak mau mereka menganggapku gila. Kau tahu kan seperti apa mereka.”
“Tapi kau harus berbicara dengan Dr. Gunther. Aku takut ini akan mempengaruhi nilai-nilaimu nanti.”
Janet mengangguk. Ia menoleh ke arah jendela kini di belakangnya.
Jendela itu terbuka. Apa mungkin yang ia lihat tadi adalah bayangan di luar jendelanya?
Janet mendekati jendela. Tidak, itu mustahil. Jendelanya ada di lantai dua. Siapapun yang ingin menakut-nakutinya harus “terbang” ke sini. Namun ia tetap melongokkan kepalanya ke luar jendela untuk melihat keadaan di luar.
Ia melihat pemuda yang tadi berada di kantin tengah menatap ke arah jendela kamarnya.
#####
.
.
Logan berhasil menyelinap keluar asrama . jika Dr. Gunther tahu, ia akan dapat banyak masalah. Namun ia harus melakukannya. Ia ingin pergi ke New Davenport untuk memperoleh lebih banyak informasi untuk mengembangkan teorinya tentang Jeff The Killer. Namun usahanya malam ini gagal. Seluruh penjuru kompleks dikelilingi oleh pagar berbentuk tombak dengan ujung yang runcing.
Logan akhirnya menyerah dan hendak kembali ke kamarnya. Ia melihat tangga tersandar di luar sebuah jendela. Ia bisa menyusup ke lantai dua. Ini pasti lebih mudah ketimbang masuk ke pintu utama dengan resiko ketahuan lebih besar.
Pemuda itu memanjat tiap anak tangganya satu demi satu. Tangga itu adalah sebuah tangga kayu yang cukup reyot, namun masih kuat menopang tubuhnya, hingga ia sampai ke depan jendela. Jendela itu terbuka lebar, namun ruangan di balliknya sangat gelap hingga ia tak melihat apapun di dalamnya.
Di dalamnya, ia masih bisa melihat sesosok siluet tubuh manusia di tengah kegelapan.
“Hei, ada orang di sana?” Logan merasa kesulitan melompat ke dalam ruangan. “Bisakah kau tolong aku?”
Bayangan itu mendekatinya. Logan tak mampu melihat apakah dia perempuan atau laki-laki. Ia mengulurkan tanganya supaya orang itu membantunya masuk ke dalam.
Namun sosok itu justru menggenggam kedua ujung tangga dengan tangannya.
“Hei, apa yang kau ....”
Dan tanpa peringatan, ia mendorong tangga itu, menjatuhkannya ke tanah.
“AAAAAAAAAAAAAAAAAA!!!!”
Tubuh Logan langsung tertusuk pagar besi. Ujung-ujungnya yang runcing langsung mengoyak tubuh pemuda itu. Dengan berlumuran darah ia masih berusaha melihat sosok yang telah berusaha membunuhnya.
Dengan napas terakhirnya, ia tersedak darahnya sendiri, mencoba mengatakan.
“ ... ia ... sudah ... ada ... di sini ...”
TO BE CONTINUED
.
NB: cerita ini berdasarkan rumor asli tentang origin dari Jeff The Killer. Meme Jeff The Killer yang beredar diduga berasal dari foto Katy Robinson yang konon merupakan foto terakhirnya sebelum ia bunuh diri.
Di cerita ini, nama Katy Robinson aku ganti menjadi Kate Johnson.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar